Posts

Showing posts from September, 2020

Tentang Menabung

Saya dikenal pelit atau kopet oleh kebanyakan teman saya. Padahal, yang saya lakukan adalah menggunakan uang seperlunya saja. Saya tidak membeli barang kecuali kalau benar-benar butuh. Saya juga jarang jajan di kampus dan hampir setiap hari membawa bekal agar bisa menghemat. Alasan saya bisa hidup seperti itu karena kebiasaan menabung saya. Pertamakalinya saya diberikan uang jajan secara rutin adalah ketika saya SMA, nominalnya 25 ribu perhari. Awalnya saya susah menabung karena setiap hari uang saya terpakai sekitar 15-20 ribu. Agar saya bisa menabung tanpa rasa terbebani, saya mencoba untuk membawa bekal sendiri. Hasilnya saya bisa memotong anggaran makan siang selama SMA. Pada saat saya kuliah, uang jajan yang diberikan naik menjadi 1.2 juta perbulan. Saya menghabiskan sekitar 500-700 ribu perbulannya saat awal-awal kuliah, dan sisanya ditabung. Namun setelah saya pikir-pikir, pengeluaran 500 ribu perbulan itu agak boros. Karena saya sering di kampus sampai malam, sehingga saya haru

Bakat yang Sama

Apakah pernah membayangkan kalau semisalnya Allah memberikan bakat yang sama kepada setiap manusia? Semua orang memiliki kemampuan matematika atau bernyanyi yang sama. Akan lebih adil apabila semuanya memulai dari titik yang sama bukan?  Dengan kondisi yang homogen seperti itu, usaha (dan tentunya privilej, namun tidak akan dibahas ditulisan ini) memegang peran yang penting. Apabila hanya usaha yang menjadi cerminan kemampuan kita, seperti apakah sosok kita? Untuk hal akademis, usaha saya mungkin tidak sebesar orang lain. Sehingga mungkin saja saya tidak sepintar saya yang sekarang. Namun beda cerita kalau masalah basket. Saya sedikit yakin dapat mewakili sekolah saya apabila melihat usaha latihan saya selama ini. Namun, sejujurnya saya takut kalau semua orang memiliki bakat yang sama. Karena saya tidak bisa lagi beralasan "tidak memiliki bakat" pada hal-hal yang saya tidak kuasai. Kalau tidak bisa, itu semuanya murni salah saya.  Dengan pertimbangan seperti itu, sepertinya a

"Aku memang seperti ini orangnya."

Adalah sangat curang kalau seseorang berbicara "aku memang seperti ini orangnya." Kenapa curang? Karena orang tersebut tidak melakukan usaha untuk memperbaiki diri, namun meminta orang lain menerima dia yang seperti itu. Padahal dia bisa mengubah dirinya, tapi berlindung dengan kalimat seperti itu. Sangat licik, sangat egois. Kira-kira seperti itu pemikiran saya yang dulu. Dulu saya pikir saya selalu bisa mengklasifikasikan sesuatu ke dalam hitam atau putih. Seperti pencuri selalu jahat, polisi selalu baik. Tapi ternyata ada juga pencuri yang terpaksa mencuri karena kondisi ekonomi, ada juga polisi yang korupsi. Begitu juga dengan kalimat "aku memang seperti ini orangnya." Ada oknum yang berlindung dibalik kalimat keramat itu tanpa usaha sedikitpun, ada juga orang yang sudah mencoba berubah namun belum terlihat hasilnya. Semakin tua, semakin menyadari kalau kita tidak bisa mengontrol orang lain. Sifat manusia sangat beragam, tentu ada keselarasan dan ketidakcocokan.

Iya dan Tidak

Saya termasuk orang yang jahat kepada diri sendiri. Kenapa? Karena sering mengatakan "Iya, saya bisa." Dari dulu, saya bukan tipe orang yang mudah menolak ajakan dan permintaan orang lain. Saya selalu berpikir "Apa yang salah dalam membantu orang lain? Bukannya itu hal yang baik?" Namun tanpa disadari, saya menyiksa diri sendiri secara perlahan. Alasan saya tidak bisa menolak adalah saya takut mengecewakan, dibenci, dan dimarahi orang lain. Ketakutan tersebut membuat saya susah untuk mengatakan kata tidak. Akibatnya? Saya melakukan banyak hal yang tidak ingin saya lakukan. Lebih parahnya lagi, saya sering mengorbankan hal-hal yang ingin saya lakukan. Sering menolong atau membantu orang lain bukan berarti saya memiliki banyak teman. Teman saya tetap dikit, tapi ini lebih baik daripada membuat banyak musuh. Terkadang saya bingung dengan orang yang dengan mudahnya mengatakan kata tidak. Apakah mereka tidak pernah merasakan ditolak saat benar-benar membutuhkan bantuan o

Pelajaran Sejarah

Saya dari dulu suka dengan pelajaran sejarah, tapi tidak dengan ujiannya. Menghapal tahun atau nama bukan hal yang saya minati. Saya lebih suka mendengarkan penjelasan kenapa dulu Indonesia dijajah Belanda atau kenapa pemuda menculik Soekarno. Apalagi kalau pembawaan dari guru sangat enak, bisa betah mendengarkannya. Selama belajar sejarah di sekolah, ada 1 hal yang membuat saya bingung. Kenapa pembahasan pelajaran sejarah hanya "itu-itu" saja? Dari SD yang dibahas Majapahit, VOC, kemerdekaan, atau G30SPKI. Padahal saya juga tertarik sejarah Indonesia yang lain, seperti sejarah musik di Indonesia misalnya. Atau kalau mau lebih luas lagi, saya juga ingin tau tentang sejarah fisika, biologi, atau olahraga baik di Indonesia maupun di luar Indonesia. Oke mungkin salah satu alasannya materi-materi seperti Majapahit atau kemerdekaan lebih penting dibahas, dan tidak mungkin membahas semua sejarah yang ada di sekolah. Tapi bisa juga kan kalau guru-guru fisika menyelipkan beberapa cer

Pecahan Dibagi Pecahan

Image
A:    "Lagian, apasih maksudnya pecahan dibagi pecahan? Semisal kita punya 2/3 bagian apel, terus mau dibagi 1/4. Itu artinya kita menghitung berapa bagian apel yang diterima 4 orang dari 2/3 bagian apel tadi kan? Kalau dihitung dapet 1/6 bagian apel, ya kan?" B:      "Bukan bukan, itu kasus perkalian bukan pembagian." A:      "Loh kenapa kalau dikali hasilnya makin kecil?" B:      "2/3 bagian apel dibagi 1/4 itu artinya... Udahlah, pokoknya kalau pecahan dibagi pecahan tinggal diputer dan dikali aja." Percakapan di atas diambil dari film Ghibli yang baru saya tonton bulan ini, judulnya Only Yesterday. Intinya si A ini kesulitan memahami matematika dan meminta kepada si B untuk mengajarinya. Tapi si B juga bingung buat menjelaskannya dan menyuruh si A untuk menggunakan rumus cepat ala bimbel. Yang menarik adalah kasus ini sangat umum terjadi di kehidupan kita. Terkadang kita hanya mengikuti arahan guru tanpa tahu maksudnya apa. Kembali ke pecahan

Ideal

Terkadang apa yang menurut kita ideal adalah hal-hal yang tidak alami. Hal-hal yang tidak lazim bagi kebanyakan orang. Hal-hal yang tidak mungkin terjadi. Sebagai manusia yang selalu berharap, saya selalu mengingkan hal-hal yang ideal. Contohnya ingin memiliki badan yang berisi, wajah yang bersih, dan punya kehidupan sosial yang baik. Umumnya standar ideal seseorang umumnya berbeda-beda. Sebagai ilustrasi, si A menganggap pekerjaan dengan gaji tinggi adalah pekerjaan yang ideal. Namun ada juga si B yang menjadikan work-life balance sebagai patokan pekerjaan yang ideal. Dalam ilustrasi sebelumnya, masing-masing memiliki pandangan pekerjaan ideal yang berbeda. Tapi apakah pandangan si A mengganggu si B? Atau sebaliknya? Tentu tidak. Pandangan si A dan si B berbeda, tapi tidak saling merugikan. Setiap orang berhak memiliki pandangan idealnya sendiri-sendiri. Tapi bagaimana dengan kasus seperti rumah tangga? Suami ingin rumah yang besar, tapi istri maunya yang kecil. Suami ingin punya mob